Puncak Cinta

“Nak, boleh tidak Ibu tukar tempat duduk?” Baru saja aku bersandar di kursi kereta, Ibu di sebelahku memintaku pindah.

 

“Ibu naik kereta dengan putri ibu, tapi terpisah tempat duduk.” katanya menjelaskan.

Saya sebenarnya agak malas untuk pindah apalagi gerbongnya cukup jauh. Tapi aku tak punya alasan kuat menolak permintaan Ibu setengah baya tersebut. Mana bisa, malas dijadikan alasan.
Sambil beberapa kali minta maaf, Ibu itu menceritakan sedikit kisah tentang putrinya. Putri satu-satunya itu sudah menikah sejak baru lulus kuliah. Namun, hingga sepuluh tahun usia pernikahannya belum dikaruniai anak. Do’a dan ikhtiar medis dilakukan agar putrinya bisa hamil hingga berita bahagia pun datang. Apa yang diharapkan terkabul, Allah meletakkan jabang bayi di rahim putri kesayangannya itu.

Kehamilan berjalan baik, proses kelahiran pun lancar. Tapi saat berumur 36 hari, anak yang dinanti selama sepuluh tahun itu tiba-tiba sakit. Anak tersebut mengalami demam tinggi dan batu-batuk. Segeralah ia dibawa ke dokter. Namun hanya dalam hitungan jam, bayi tersebut meninggal dunia.
Sebagaimana kisah Ibrahim menanti seorang anak bertahun-tahun lamanya, lalu lahirlah putra yang didamba. Begitu besar kasih sayang sang Ayah pada putranya, suatu hari Allah meminta pengorbanan besar dari sang Ayah. Demi pembuktian imannya, sang Ayah diminta menyembelih putranya sendiri.

Sebesar-besar cinta, tak ada yang boleh lebih besar dari cinta kepada Allah. Sebesar-besar cinta, tak ada yang lebih Maha Cinta dari Allah Ar Rahman dan Ar Rahim. Maka, cinta Allah selalu membuat kita mengingatNya dan bersandar hanya padaNya. Ia tak akan membuat kita lebih mencintai sesuatu dari padaNya. Ia tak akan membiarkan kita menduakanNya atau takut kehilangan selain Dia.

Maka, di puncak cinta itu selalu menuntut pengorbanan. Apa pun yang pada akhirnya harus kita lepas seperti harta, jabatan, karir, profesi, pasangan, anak, sahabat, organisasi, apa pun itu, mungkin di situlah puncak cinta sejati sedang hadir menyapa. Cinta yang mengingatkan bahwa apa yang terlepas itu sesungguhnya memang bukan milik kita. Itu hanya titipan yang harus kita kembalikan pada pemiliknya. Kita diingatkan untuk tidak ‘ngrumangsani’ memiliki sesuatu yang sejatinya bukan milik kita dan tak pantas kita genggam kuat.

Setiap manusia akan diminta pengorbanan dari apa yang paling ia cintai, bahkan ketika ia tidak menyadari bahwa ia begitu mencintainya melebihi kadar yang seharusnya. Pengorbanan itu akan bernilai saat kita merelakannya dengan ikhlas dan ridlo. Pengorbanan dalam rangka memenuhi janji taat dan peneguhan cinta mutlak hanya kepada Tuhan Semesta Alam. Tunduk taat, bersandar dan berserah hanya padaNya. Tak ada penyesalan dan menyalahkan. Pengorbanan seperti itu tak ada sedikitpun derita, tapi justru kebahagiaan sejati.

Jika suatu saat Allah meminta pengorbanan dariku, memintaku melepaskan sesuatu yang paling kucintai dalam hidup. Siapkah aku?

 

#onedayonepost #ODOPbatch5 #pekan5day29

5 thoughts on “Puncak Cinta

Add yours

Leave a comment

Blog at WordPress.com.

Up ↑